Saturday, October 24, 2015

Kelenteng “Hian Thian Siang Tee” Welahan-Jepara


Add caption

Add caption



Klenteng 'Hian Thian Siang Tee' Welahan atau HTST, bertempat di desa Welahan Jepara. Terletak di 24 KM. sebelah selatan dari pusat kota Jepara, tepatnya di Desa Welahan, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, sebuah desa yang menyimpan peninggalan kuno Tiongkok dan menjadi salah satu aset wisata sejarah di Jepara. Hal ini dikarenakan diwilayah Welahan berdiri dua kelenteng megah yang dibangun oleh orang Cina bernama Tan Siang Boe bersama kakaknya Tan Siang Djie.

LEGENDA
Pada tahun 1830 Gubernur Jenderal Belanda, Johanes Graaf Van Bosch yang pada saat itu berkuasa di Indonesia, pada masa penjajahan Hindia Belanda datanglah seorang Tionghoa totok dari Tiongkok bernama Tan Siang Boe. Kepergiannya dari Tiongkok menuju ke Asia Tenggara untuk mencari saudaranya bernama Tan Siang Djie yang konon pergi ke Indonesia. Sewaktu berangkat dari Tiongkok, dalam satu perahu dia bertemu Tasugagu (Pendeta) yang telah merampungkan semedi di Pho To San (wilayah daratan Tiongkok), tempat dimana paduka Hian Thian Siang Tee melakukan ritual pertapaan. Dalam perjalanan tasu tiba-tiba jatuh sakit. Tan Siang Hoe merawatnya dengan bekal obat-obatan yang dibawanya. Dia pun menyembuhkan penyakit yang diderita tasu.

Sebagai rasa terima kasih atas kesembuhannya saat mendarat di Singapura, Tasu memberi tanda ungkapan terima kasih pada Tan Siang Boe berupa tas dengan Tionggoan pusaka yang terdiri dari: sepotong Sien Tjhiang (kertas halus dicat dengan Yang Mulia Hian Siang Tee ), tongkat pokian (pedang Cina), seorang Lauw Hio (tempat untuk debu dari kremasi), dan hwat Tjioe (buku pengobatan / ramalan). 

Setelah Tan Siang Boe tiba di Semarang, dia bermalam di rumah kelompok Kong Kwan di mana dia mendapatkan informasi bahwa kakaknya berada di Welahan Jepara, sehingga keesokan harinya ia langsung mencari Tan Siang Djiedi Welahan Jepara. kakaknya hidup bersama keluarganya di sebuah rumah di terletak di sebuah gang sepanjang sisi Welahan dan sekarang digunakan untuk menjaga pusaka yang disebut Pagoda sebagai tempat untuk berdoa dan dihormati oleh warga Tionghoa. Dalam beberapa waktu pun, Tan Siang Boe menetap dengan kakaknya di Welahan. 

Suatu hari ketika Tan Siang Boe hendak bekerja ke daerah lain. Barang-barang pusaka kuno bawaannya dititipkan pada kakaknya. Mengingat keselamatan barang-barang itu, kakaknya, Tan Siang Djie berinisiatif menitipkannya pada pemilik rumah, Liem Tjoe Tien dan disimpannya diatas loteng rumah.

Selama penyimpanan, setiap tanggal 3 (tiga), hari lahir Sha Gwa, yakni Imlek Seng Tam Djiet dari Hian Thian Siang Tee, pusaka tersebut memicu kekuatan sihir seperti berkilau-api, kadang-kadang seperti naga api-sangat luar biasa dan kura-kura yang membuat pemukim rumah gor terkejut. Peristiwa tersebut membuat Tan Siang Boe dipanggil untuk mebuka pusaka yang disimpan dalam kantong tersebut. Membuka dan menunjukkan pusaka kepada pemukim rumah, ia mengatakan bahwa pusaka tersebut merupakan peninggalan dari Mulia Hian Thian Siang Tee, sehingga sejak saat itu, pusaka itu dipuji menurut adat nenek moyang dan tradisi.

Suatu hari, Liem Tjoe Tian sakit keras, kemudian penyakit tersebut disembuhkan dengan menggunakan kekuatan gaib dari pusaka. Dari kejadian itu, dari mulut-ke-mulut, sehingga membuat kekuatan pusaka tersebut terkenal, dihormati dan dipuji. 

Satu-satunya benda pusaka Tiongkok pertama kali di Indonesia dibawa oleh Tan Siang Boe dan pusaka tersebut yang tersimpan di Welahan. Oleh karenanya, Kelenteng Hian Thian Siang Tee di Welahan adalah yang tertua di Indonesia. Kini, kelenteng Hian Thian Siang Tee bukan hanya dikunjungi keturunan Tionghoa saja melainkan penduduk pribumi berdatangan dari berbagai kota maupun provinsi.




berikut adalah sepengal kisah R.A Kartini dan kelenteng welahan :


Add caption
PENULIS: Hoo Sing Hee - Gan KH- Jo. Priastana
PENERBIT:Yayasan Yasodhara Puteri, Jakarta. Jl. Aster I/15 Bekasi Barat [17133]. Telp> 021-8862176
ISBN: 979-98167-6-9
TEBAL: 60 halaman: 11,5 x 18 cm
CETAKAN: I-April 2005

Buku ini sebenarnya ingin mengkabarkan tentang tempat ibadah yang tergolong uniq, dan memiliki banyak keajaibannya, yakni klenteng Klenteng Welahan yang berada di Jepara Jawa Tengah. Disamping pembentangan tentang sebuah keajaiban buku ini mengungkap pula, kisah yang unique terkait dengan Raden Ajeng Kartini sang Pelopor emansipasi.Ternyata setelah ditulusur Raden Ajeng Kartini memiliki ikatan erat dengan situs yang magis ini. Bahkan Kartini pernah merasakan daya gaib yang sangat luar biasa dari Klenteng ini. 



Klenteng Welahan memang terkenal sejak dahulu kala, karena disamping mengandung daya magis, klenteng ini memiliki makna historis bagi masyarakat sekitarnya.


Makna pribadi bagi kehidupan Kartini diungkap, ternyata puteri Jepara ini sempat menimba spirit kasih sayang dan pembebasan dari Budha dharma, yakni ajaran Sang Buddha. Tak seorangpun menyangka, puteri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Samingun [1880-1905], yang menjadi pahlawan nasional dan bercita-cita tinggi itu memetik spiritualitas perjuangannya juga dari ajaran Buddha. Kartini memiliki pengalaman pribadi, yakni sebuah pengalaman yang akhirnya justru amat menentukan perjalanan hidupnya.

BUKU-BUKU BUDHA, DAN KEYAKINAN KARTINI
Diantara buku-buku tentang Buddhisme yang sempat dibaca adalah Karangan Henry Fielding. Temuan lain dari buku ini yang mengejutkan ialah, bahwa Kartini sebelum ia memasuki teori tentang Buddhisme ternyata ia telah memasuki kepercayaan tanpa disadari. Dan tanpa sengaja melakukan pengenalan batin dengan patung suci klenteng Hian Thian Siang Tee, Welahan. Daya sinkretik leluhurnya yang sangat potensial mempengaruhi jiwa Kartini, sehingga sebagai seorang gadis Jawa tanpa ragu-ragu menerima anggapan baru dalam dirinya sebagai anak Buddha.

KARTINI ANAK BUDDHA
Bahwa di dalam kehidupan batinnya yang paling dalam, Kartini sebenarnya mengakui akan ke-anak-Buddha-annya. Seperti diketahui, pengakuan Kartini sebagai Anak-Buddha itu bersumber dari pengalaman pribadinya ketika kecil, yaitu ketika penyakitnya menjadi sembuh akibat minum air abu dari patung suci yang berada di klenteng Welahan Jepara Jawa Tengah.

CERITA PENGALAMAN--AKU ANAK TIONGHOA
[Termuat dalam "panggil Aku Kartini Saja," hal. 219-220, Surat 27 Oktober 1902, kepada Nyonya Abendanon]........"Aku adalah anak Buddha, dan sebutan itu saja sudah cukup jadi alasan bagiku untuk tidak makan daging. Waktu aku masih bocah, aku jatuh sakit keras; para dokter tak sanggup menyembuhkan aku; mereka tak berpengharapan lagi. Maka adalah seorang Tionghoa, yang menjadi sahabat aku. Orang tua kami menerima tawaran itu dan sembuhlah aku. Obat-obatan orang-orang terpelajar itu tiada dapat menolong aku, tapi "perdukunan" itu ternyata dapat. Ia sembuhkan aku hanya dengan jalan memberi aku minum abu sesaji yang dipersembahkan kepada sebuah patung Tionghoa. Karena minum itulah aku menjadi anak suci Tionghoa itu, yaitu Santik-Kong dari Welahan.


No comments:

Post a Comment